Kementerian Perdagangan China atau Ministry of Commerce (MOC) mengumumkan sebuah peraturan baru dimana negara tersebut akan membatasi ekspor drone berperforma tinggi mulai 15 Agustus nanti. Langkah ini nampaknya menjadi babak baru dalam perang dingin antara negara tersebut dengan negara Barat dimana drone memang menjadi salah satu senjata andalan di abad ini.
Menurut berita yang dimuat di surat kabar China Daily, pemerintah China mengumumkan dekrit baru tersebut terkait dengan kekhawatiran akan drone canggih serta teknologi-teknologi lain yang bisa mengganggu keamanan negara. Peraturan baru tersebut ditujukan kepada perusahaan-perusahaan yang mengekspor drone dan supercomputer dimana mereka kini harus mendaftarkan terlebih dahulu produk yang akan diekspornya tersebut ke otoritas dagang negara untuk persetujuan.
Dalam keterangan dari South China Morning Post, drone yang masuk dalam kualifikasi canggih dan harus dibatasi ekspornya adalah drone yang memiliki kemampuan untuk tetap berada di udara selama kurang lebih satu jam. Selain itu, disebutkan juga bahwa drone canggih adalah drone yang mampu terbang melalui cuaca buruk, misal angin kencang, serta mampu melayang di udara dengan ketinggian sekitar 50 kaki.
Selain mengirimkan drone untuk didaftarkan, perusahaan China yang akan mengekspor drone juga diharuskan mengisi spesifikasi teknis dari berbagai produk terknologi yang akan diekspor, termasuk rincian penerima dari kontrak tersebut serta apa tujuan penerima dalam menggunakan teknologi yang diimpor tersebut. Proses review sendiri disebutkan akan memakan waktu sekitar 45 hari yang tentunya merupakan jangka waktu yang sangat panjang untuk sebuah teknologi, namun merupakan waktu yang sangat singkat jika bicara tentang birokrasi pemerintahan.
Pembatasan ekspor drone sendiri nampaknya hanya berlaku untuk drone canggih dan tidak untuk drone rekreasi. Menurut Shao Jianhuo, vice presiden DJI Technology, sebuah perusahaan drone terkemuka, pembatasan tersebut menargetkan pada drone yang bukan diproduksi untuk tujuan komersial dan akan melindungi teknologi kunci dari perusahaan China. Sedangkan untuk supercomputer, disebutkan bahwa produk yang dilarang diekspor adalah produk komputer dengan operasi lebih dari 8 tera floating-point per detik.
Langkah-langkah ini nampaknya dilakukan China untuk membalas peraturan pemerintah Amerika Serikat yang pada bulan April lalu dilaporkan telah memblokir Intel yang akan membantu China meningkatkan kinerja supercomputer Tianhe-2 yang diklaim sebagai supercomputer paling cepat di dunia saat ini. Nampaknya China tidak rela jika teknologi canggih drone dan supercomputer buatannyayang sudah terkenal itu dinikmati oleh negara lain, khususnya negara Amerika Serikat.